Waktu pulang ke Bandung kemarin, si mamie bilang, "Si Uni mah telat jadi perempuannya. Dulu mana mau dia ngerjain urusan perempuan, kasih boneka, dicuekin, kasih radio dan baterai, baru deh cengar-cengir..." Hahaha...
Sungguhkah saya terlambat *jadi perempuan*? Jujur saja, saya memang tidak punya banyak sahabat perempuan. Itu lagi, itu lagi. SMA, kelas 1 sama Nena, juga sama para *pandawa* Atew, Mira, Irma, Gian (yang mereka masih aja ngumpul bareng sampai sekarang, sementara saya terdampar di bagian Indonesia yang lain, hehehe) Bekerja, saya juga menarik diri dari *urusan perempuan*. Apa pasal? Please deh, itu dokumen setumpuk nunggu untuk di entry, jadwal ke lapangan susul menyusul, jaringan nunggu untuk dibenerin, belom lagi teriak dari ujung-ke-ujung "Mbaaak Alfaaaa... Komputerku kok ga bisa nge print?" dan password sakti "Mbaaakk Alfaaaaaaa" lainnya yang mengindikasikan ada situasi darurat yang perlu ditangani *halah, lebay!*. Yang paling urgent itu, urusan mesin absen, download data, rekap, kenapa? Sampai pengajuan uang makan telat, kasian bendahara dicemberutin. Selanjutnya, aplikasi gaji dan aplikasi keuangan. Siapa yang mau perduli kalau dibilang, "Maaf, telat gajian gara-gara system nya error". Hehehe... Jadilah buat saya agenda demo masak, demo-demo lainnya tidak masuk urutan kegiatan yang *boleh* dilakukan di kantor. Kuliah. Hehe... Masih inget dengan saya yang di STIS. Rambut panjang semaunya yang nyaris ga pernah kena sisir, bahkan ga ada yang tau kali kalo rambut saya panjang kali ya, mengingat selalu ada jepit rambut nangkring di situ =D jepit mandi malah *yang kemudian suatu saat nanti ini di protes mba endang* Tahukah teman? Bahwa saya berhasil mengenakan kerudung segi empat saya ketika kuliah di ITS. Sebelumnya, yang saya beli selalu bergo dan bergo, juga untuk alasan praktis, kalau bisa 1 menit, kenapa perlu 10 menit? *alesan aja padahal* Keberhasilan itu buah dari ngintipin mbak Ina dan mbak Lulu setiap pagi, saat mereka bersiap-siap menuju ke kampus. Seriously, saya memperhatikan mereka, setiap langkahnya. ^_^V Betapa C-12 itu menyenangkan. Ditambah Medical Centre ITS yang punya klinik perawatan kulit yang punya paket facial murmer, heuheu... *merindukan ITS* Setelah menikah, seminggu dari resepsi, saya harus berangkat ke Kendari. Flight tengah malam waktu itu. Apa yang saya lakukan? Menelpon Tante Katz dengan panik... "Tante... You have to come here. Urgent. My flight is about 2 hours from now." Si tante yang tergopoh-gopoh dateng ke rumah pun bertanya, "Ada apa? Sakit?" Ditimpali dengan saya yang tersenyum lebar, "Fix my eyebrow, please... Ini gimana mau keluar rumah, alis separo begini?* Wkwkwk... Right now, saya belajar mengenakan eye liner dengan benar, bagaimana mengaplikasikan blush on dengan benar, tanpa ada kesan seseorang habis menampar pipimu. Terimakasih pada buku, google, dan youtube (sebentar lagi puasa google dan youtube nya selesai, fiuh...) Setidaknya sekarang saya tau fungsi dari masing-masing kuas (yang dulu saya bingung, bagaimana mungkin ada sebanyak ini, dan apa aja sih fungsinya? Whew) Sekarang, bersama dua sahabat perempuan saya, Nena dan Mba Ocha, kami sedang menjalankan misi. Misi makan enak tapi murah (xixixixi), belajar make up gratisan (sharing info apa aja yang mungkin dan sudah berhasil dilakukan), jualan untuk menambah pendapatan (well, agak susah mengurangi pengeluaran, jadi pendapatannya aja yang ditambah deh). Kemarin, di tengah-tengah suntuknya menghadapi setumpuk bahan ujian (sebenarnya notes ini dibuat juga dalam keadaan suntuk, mari refreshing dengan menulis, =D), ada bbm dari Nena. * Mau ikutan sulam alis ga lu? Sepupu gw nawarin, murah..." - (ting tung, ingatan melayang pada Saipul Jamil dan Dewi Persik yang abis sulam bibir) He? Sulam alis? Kaga ada yang salah ama alis gw kok, fine-fine aja * Iya, biar ga usah pake pensil alis lagi... - Hihihi... Patungan gitu? Jadi entar sulamnya, elu separo, gw separo, mba ocha separo, xixixixi... * Wew, entar bisa pilih, mau bentuk alis gimana n warna apa... - Seriously?!? Waw... Gimana kalo ikut trend jaman sekarang itu... Serba rainbow, ntar alis lu rainbow juga aja. Kan nyentrik... Hmmm... Setelah saya pikir-pikir lagi, banyak bener ya urusan perempuan ini. Repot bener kalau mau dipikirin semuanya. Hmmm... Ah sudahlah, saya begini saja, selama tetap cantik di mata alif, attar, dan ayahnya alif dan attar, sudah cukup. Hahahaha... Tapi, target saya selanjutnya, dalam *urusan perempuan* ini adalah belajar merajut (sebetulnya saya suka kerajinan tangan, ada beberapa kerajinan yang tertarik untuk saya pelajari, tapi yang akan mendapatkan prioritas pertama adalah yang berpeluang menambah penghasilan tentunya, xixixixixi), dan belajar masak. Sebelum ada yang protes, itu sudah diniatkan ya belajar masak. Pelaksanaannya kapan, nanti saya pikir-pikir lagi =D *from bogor with love, di tengah-tengah catatan teori statistika, daaaannn... kembali tenggelam dengan buku. Selamat malam semuanya. *
0 Comments
Akhirnya selesai juga.
Betapa saya menanti-nantikan hari ini. Bukan karena semangat ingin memilih. Tapi ingin mengakhiri tingkah konyol anak negeri yang saya lihat belakangan ini. Betapa lemahnya kita sebagai satu negara, untuk hal sepele seperti pertandingan sepakbola, dukungan terhadap calon gubernur, harus saling caci, saling maki, saling benci. Padahal, masih banyak hal penting lainnya yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Konyol! Masih ingat, suporter sepakbola yang aneh luar biasa, menghadapi tuntutan pembunuhan terhadap suporter lawannya, alih-alih menunjukkan penyesalan, malah menyanyikan lagu mars dari tim sepakbola yang didukungnya. Hmm... Sebegitu sajakah harga nyawa... Konyol! Pemimpin yang harusnya jadi panutan, pemberi contoh yang baik, menunjukkan sikap yang sama sekali tidak patut diteladani. Menunjukkan sikap bermusuhan. Bahkan si sulung pun berkata, "Ibu bilang, kita ngga boleh menjelek-jelekkan orang lain... Kita ngga boleh berkata kasar kepada orang lain... Kenapa itu orang-orang bersikap seperti itu?!?" Meninggalkan saya yang tersenyum pahit.. "Mungkin tidak ada yang mengajarkan padanya, Nak, bagaimanakah menghormati orang lain itu..." Sedih... Bahwa teknologi dimanfaatkan dengan tidak bertanggungjawab. Menyebarkan pesan-pesan tanpa asal usul yang jelas, yang berpotensi menyebabkan perselisihan. Muak! Karena seringkali pengirim pesan tidak tahu akan kebenaran beritanya. Hanya terpancing, hanya ikut-ikutan, atau hanya mengikuti apa yang diperintahkan padanya. Masih seperti catatan saya sebelumnya, seperti kuda pedati yang dipakaikan kacamata kuda, perlu dijaga agar bergerak sesuai kemana keinginan kusir mengarahkannya. Dan seminggu ini menjadi semakin parah. Kepanikan di salah satu kubu nampaknya membuat gerakan broadcast melanda dunia perpesanan. Herannya, saya tidak pernah mendapatkan pesan dari kubu satunya. Jadinya, opini saya menjadi kurang berimbang. Namun, saya diberikan kesempatan untuk 'melihat warna' dari teman-teman saya... Tentang pendapat, cara pandang, dan kemampuan mereka memposisikan diri di dalam konflik. Beberapa terpaksa masuk daftar orang yang sepertinya saya akan sulit bekerjasama dengannya. Lepas dari itu, media jelas sekali bersuka cita. Tampak nyata bahwa kemenangan calon kali ini juga hasil campurtangan media. Partai bukan lagi penentu kemenangan. Menghadapi ini, nampak kekhawatiran dari beberapa petinggi partai yang merindukan pemilihan kembali ke DPRD. Ah, untuk yang ini, saya tidak setuju. Pilkada itu mahal, memang. Diserahkan pada DPRD? Cukup sudah jual beli kekuasaannya. Perbaiki saja sistem pilkadanya, jika bisa satu putaran, mengapa harus dua? Sudah selesai. Dan saya pun menarik nafas lega. Mari kita kembali menjalankan kewajiban sebagai warganegara. :-) Kali ini tugasnya adalah, memastikan pemimpinnya bekerja... :-) Akhirnya berhasil juga saya membujuk si ayah untuk membelikan baju kotak-kotak. :-D Pasti kalian berpikir bahwa saya pendukung Jokowi kan? :-D Terserah. Sebab menurut saya, pilihannya adalah antara Foke, Jokowi, dan tidak memilih.
Saya suka idenya tim Jokowi dengan berjualan baju kotak-kotak itu, yang katanya untuk dana kampanye. Yaa, walaupun di beberapa daerah dibagikan gratis (kalo bisa ngasi gratis berarti ada yang bayarin dong kampanyenya), tetap saja.. Ide untuk punya dana kampanye yang diketahui banyak orang jadi menarik buat saya, kalau semua calon pemimpin idenya kaya gini, kan ga perlu bailout century yaa... :-p Sebetulnya saya berharap, semua pemilih itu seperti si ayah. Swing voter, bukan dari si a ke b, tapi dari ga mau milih jadi semangat milih. Dan, proses menentukan pilihannya pun menarik, ngalah-ngalahin saya waktu nyusun thesis deh risetnya. Engga kaya kebanyakan pendukung kedua belah pihak yang pakai kacamata kuda (tau dong kacamata kuda, sengaja dibuat ketutup semua supaya kudanya cuma ngikutin maunya kusir doang), maunya denger yang bagus-bagus aja tentang calonnya dan sebisa mungkin jelek-jelekin calon yang lainnya (ga di sepakbola, ga di pilkada, sama aja kelakuannya, urakan! Apa kerukunan itu emang cuma ada di buku PKN yaa?) Dan karena si ayah ngerasa punya istri *orang BPS* jadilah dia menugaskan saya untuk menjelaskan semua konsep BPS tentang data yang digunakan si triomacan2000 itu... Wkwkwk... Sakti juga tuh macan, BPS1 sampai turun tangan mengklarifikasi, ini kata si ayah lho yaa, yang dengan setia mengikuti setiap perkembangannya dan bilang "Itu lhoo.. Kemarin, Pak Suryamin menjelaskan tentang data yang digunakan...", saya malah ngga tau kalau beliau turun tangan. Ya, saya takjub sama usaha si ayah yang berusaha mencari tahu kebenaran dari suatu informasi. Dibandingkan saya yang pesimis, dan berpendapat bahwa kedua calon memiliki kekurangan yang saya pengennya tidak ada di diri mereka. (Dan si videoklip parodi itu menyadarkan saya, mana ada manusia yang sempurna?) Supaya berimbang, setiap diskusi sama si ayah, saya selalu berusaha untuk mengingatkan, "Ya, tapi si A juga begini lho... Ga bisa dibilang dia tidak melakukan apa-apa, hanya saja, yang dia lakukan belum memenuhi harapan kita tentang apa yang seharusnya dia lakukan..." Sederhana saja, karena dengan memberikan suara kita kepada satu orang, kita bukanlah memenangkan dia, tapi memberikan dia pekerjaan rumah yang luar biasa berat (fiuh... Jadi ketua rt yang adil dan mampu mengakomodir setiap keinginan warga aja susah, apalagi jadi gubernur yaa?!?). Kalau adik saya bilang, Tuhan itu tidak akan memberikan cobaan kepada manusia diluar batas kemampuannya, tapi dosen suka menguji mahasiswa diluar kemampuan mahasiswanya. Hehehe... Pada kasus ini, kita yang jadi dosennya. Dan saya rasa, siapapun dia yang terpilih nantinya, kalau punya hati nurani sih, pastinya akan bekerja keras 'memperbaiki Jakarta'. Bukan pekerjaan yang mudah, kan? Setelah sekian lama saya jengkel dengan ulasan pilkada dki yang kebanyakan tidak proporsional, hari ini saya tersenyum geli dengan sebuah videoklip parodi, yang cukup mudah diingat tagline nya "Jokowi Ahok-ahok Fokelah kalau begitu..." Duh, kaya apa ya rasanya melihat anak-anak muda menyuarakan pemilu damai. Lega hati rasanya, masih ada yang ngga norak (masih ada yang waras, hehehe) dalam menyikapi pilkada ini. Sementara yang tuanya sibuk saling serang, saling lapor, saling sindir... (Persis kaya emak-emak yang anaknya abis berantem ama tetangga sebelah. Si anak kaga kenapa-kenapa, besoknya udah maenan lagi, emak-emaknya empat kali puasa empat kali lebaran belom tegoran juga... Ckckck.. Kalah deh bang thoyib) Hebatnya lagi si ayah, meski dia sudah punya pilihan *NKRI harga mati, gitu kira-kira katanya, hahahaha* dia tidak memaksakan pilihannya pada saya. Dia membiarkan saya dengan pikiran saya sendiri, mau ngapain saya di bilik suara nanti... Yuk, pemilu damai... Mau milih siapapun, ga usah norak. Broadcast-broadcast black campaign, ish... Ga beda ama kuda yang saya ceritain tuh, dipakaikan kacamata kuda, supaya bergerak hanya sesuai kehendak kusirnya. Be a smart supporter, be a wise voter. Yuk, pemilu damai... Mau siapapun yang jadi gubernur, tidak mengurangi kewajiban kita untuk menjadi warna negara yang baik, kan? Mau siapapun yang jadi gubernur, saya mah, jadi pns bps aja, semoga jadi pns yang baik, yang bisa melaksanakan tugas dengan baik... Aamiin... Pada akhir tulisan ini, ingin menambahkan, ini cuma opini saya lho yaaa... :-p hanya tentang saya, dan bagaimana saya menyikapi kehebohan pilkada ini. Ini kisah lucu yang ingin saya bagi. Setelah belakangan ini, saya sering melihat orang yang petantang-petenteng sok jago di depan kamera, mengarahkan massa dan yang lainnya, di dalam liputan tentang kerusuhan. =) Bisa jadi dia memang begitu emosi, tapi pernah ngga terpikir, mungkin dia sedang ingin ditonton oleh Garin Nugroho, siapa tahu diikutkan dalam proyek film berikutnya. ;-) Apakah kata-kata saya terlalu tajam? Terlalu nyinyir? Ijinkan saya bercerita tentang pengalaman yang pernah saya alami.
Suatu hari di tahun 2005, pasca pembagian BLT tahap I di Kota Kendari. Kantor saya, BPS Kota Kendari, lumayan sering masuk TV karena demo yang ngga berhenti-berhenti. Tiap hari kami menghadapi ratusan orang, dengan satu keinginan, mendapatkan kupon BLT. Mulai dari anggota DPR yang minta pembantunya diikutkan, ibu pegawai negeri dengan emas berkilau-kilau yang bilang anaknya miskin dan belum mendapatkan kartu, hingga memang bapak-bapak yang melepas sendal sebelum masuk ke kantor. Berbagai orang, dengan satu keinginan, harus dihadapi. Life is just like drama. Hanya untuk mendapatkan 'atribut' MISKIN, betapa saya melihat usaha-usaha yang -engga banget deh-. Saat itu, sungguh, saya tidak dapat berkata apapun. Selain banyak-banyak berdoa, semoga pekerjaan kami saat itu, lebih banyak manfaatnya dari mudharatnya. Kami dicaci, dimaki, dibenci, juga sekaligus dicintai, dihormati. Tergantung oleh siapa. Yang berhak dan menerima haknya, yang berhak namun terlewati, dan yang tidak berhak namun mencoba spekulasi. Dan sepertinya, media memberikan warna tersendiri dalam menciptakan kekisruhan ini. Satu kejadian sungguh membekas dalam ingatan. Seorang ibu yang mengendong anaknya yang masih balita, menangis meraung-raung karena tidak mendapatkan BLT. Apa pasal? Kamera dari salah satu TV swasta sedang mengambil gambarnya. Bahkan, si ibu, sempat-sempatnya menitipkan anaknya untuk digendong KSK untuk kemudian? Pingsan. =D Apa yang tergambar di TV keesokan harinya? Si ibu yang meraung-raung dan kemudian pingsan, serta pandangan kami yang kebingungan melihat si Ibu. *yap, mereka tidak menyiarkan bagian penjelasan kami, bagian si ibu menitipkan anaknya, dan bagian kami yang kebingungan melihat si ibu karena kami tahu dia hanya pura-pura pingsan* Dan itu saja, satu titik itu, membuat kredibilitas *televisi berita* yang biasanya menjadi favorite saya itu, turun drastis di mata saya. Hahahaha... Saya malas nonton TV. Atau, untuk memahami satu berita pun, saya akan coba cari referensi di lebih dari satu media. Mengapa? Anda pasti tahu apa alasan saya. Saya mencari, ada perspektif apa lagi dalam menyikapi permasalahan ini. Maka berhati-hatilah kawan, dalam menyikapi suatu permasalahan. ;-) Be wise, Be smart. Seperti biasa awal tahun ajaran baru, anak-anak mendapatkan buku penghubung.
Dan tidak seperti biasanya, buku penghubung anak-anak kali ini sungguh membuat saya terheran-heran. Apalah yang ada di pikiran orang-orang yang men-design buku ini, kok anak kelas dua dan tiga SD sudah diharuskan menulis apa yang jadi hambatan dalam belajar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam mencapai cita-cita, dan sebagainya. Tapi lidah saya sudah kelu, sebenarnya. Selama saya masih memilih menyekolahkan anak di sekolah umum, ya sudah, mau diapakan lagi. Terpaksa diikuti prosedurnya. *sangat sangat ingin mencoba home schooling* Tibalah pada pertanyaan yang rasanya bertahun-tahun tapi belum ketemu jawaban yang pasti. =D Me: "Jadi, ibu isi apa nih cita-citanya kakak? Masih mau masuk surga aja kah?" Al: "Masuk surga nya sih mau. Tapi itu kan bukan pekerjaan..." =D ternyata jawaban saya waktu itu belum memuaskan hatinya. Menurut definisi Alif, cita-cita itu pekerjaan, pekerjaan itu adalah sesuatu yang menghasilkan uang. Itu saja. Baiklah, hmm... Profesi apa ya yang belum diceritakan ke Alif? Dokter, Insinyur, Pilot, Polisi, Tentara, Dosen, apalagi? Baru-baru ini tante saya bercerita tentang 'deritanya' menjadi teller bank. Lalu, tiba-tiba saya punya ide untuk memperkenalkan pekerjaan di dunia perbankan kepada Alif. Me: "Kalau jadi pegawai bank, mau ngga?" Alif: "Emangnya kerjaannya apa aja?" Me: *mikir-mikir dulu, bisa ga ya nanti jawab kelanjutan pertanyaan dia, agak bingung juga kalau harus menjelaskan peran manager, customer service, dsb* "hmm... banyak, ada teller, manager, customer service, direktur.." Alif: "Apa itu teller?" Me: *here we go.. tarik napas dalam-dalam...* "Teller itu kasir. Kalo di kantor Ayah, itu kira-kira seperti Mas Budi. Orang yang bertugas menerima dan memberikan uang ke nasabah..." Alif: "Apa itu nasabah?" Me: "Nasabah itu orang yang datang ke bank, bisa untuk menabung, pokoknya yang datang ke bank untuk memanfaatkan layanan bank nya." Alif: "Udah, gitu aja kerjanya? Menerima uang, menghitung uang, enak juga ya buu..." Me: "Tapi Tante Rika bilang, ada ga enaknya. Misalnya, kalau ada selisih dengan catatan, teller nya harus mengganti uangnya." Alif: "Maksudnya?" Me: "Iya, misalnya di catatan uangnya harusnya ada dua ratus juta. Eh, setelah alif hitung cuma ada seratus sembilan puluh juta. Sepuluh jutanya harus alif ganti lho..." Alif: "Lho kok gitu?" Me: "Iya.. Karena itu artinya alif ngga teliti..." Alif: "Hmm... Berat juga ya, bu. Kalau gitu, kalau alif jadi teller alif akan banyak-banyak berdoa, bu..." Me: "Emangnya alif mau berdoa apa?" Alif: "Semoga orang-orang ngantrinya ngga di meja alif. Kalau perlu alif bilang, tolong ke sebelah aja yaa... Jadi kan alif ga hilang uang." Me: "Hahahaha... Itu mah makan gaji buta namanya. Ngga boleh begitu dong. Nanti bos nya marah lho..." Alif: "Gitu ya bu? Uh.. Ya udah, kalo gitu gini deh, Bapak, Ibu, tolong uangnya ditaruh ke brankas sendiri yaa..." Me: "Weh, itu malah lebih ngga boleh lagi. Ngga semua orang diberikan akses ke brankas bank lho. Itu malah nanti lebih banyak lagi hilangnya...: Alif: "Duh. Terus gimana dong? Ada ngga sih pekerjaan yang ngga susah?" Hehehe... Ayo coba temans... Ada ngga pekerjaan yang ngga punya resiko? =D Siapa tau bisa jadi inspirasi nya alif. ;-) |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|