Membaca judul di atas, mungkin Anda akan bertanya. Apakah ‘petugas sensus’ adalah sebuah profesi? Jawabannya adalah YA. Saya akan menceritakan profesi saya kepada Anda, sebagai seorang Petugas Sensus.
Untuk generasi sembilan puluhan ke bawah, pilihan cita-cita itu sangat sedikit sekali. Antara menjadi guru, insinyur, dokter atau pilot. Demikian juga saya. Sama sekali saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang petugas sensus. Bahkan, mengetahui bahwa profesi itu ada barulah ketika mengikuti ujian masuk Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Pada saat itulah saya mengerti, ada kegiatan yang bernama Sensus dan Survey. Jadi saya sangat mengerti jika Anda juga tidak menganggap Petugas Sensus adalah sebuah profesi. Apa yang dilakukan seorang petugas sensus? Apa hebatnya seorang petugas sensus jika dibandingkan dengan seorang guru, yang berjuang menyebarkan ilmu dalam tujuan untuk mencerdaskan bangsa? (Saya tidak membandingkan petugas sensus dengan insinyur, dokter atau pilot. Mengapa dengan guru? Karena pada umumnya, kehidupan petugas sensus sama sederhananya seperti kehidupan seorang guru. Bisa saya katakan, profesi ini bukanlah profesi yang menjanjikan kesejahteraan, tapi akan mengajarkan kepada Anda apa artinya perjuangan). Sederhananya, yang dilakukan petugas sensus adalah mengumpulkan data. Data ini bisa tentang apa saja. Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan adalah contoh data-data pokok yang biasa petugas sensus kumpulkan. Selain itu, ada juga data tentang pengeluaran rumahtangga, pengalaman kerja, dan lain-lain sesuai dengan jenis Sensus atau Survey yang dijalankan seorang petugas sensus. Untuk apa data itu dikumpulkan? Disusun untuk kemudian dilakukan analisis lebih lanjut untuk menggambarkan suatu keadaan. Hasil dari semua sensus dan survey kemudian dijadikan dasar dalam menentukan perencanaan pembangunan. Lalu, mengapa saya katakan bahwa menjadi seorang petugas sensus adalah sebuah perjuangan? Karena banyak orang yang tidak menyadari kami ada, tidak mengetahui apa yang kami kerjakan, dan untuk apa kami mengerjakannya. Seringkali kami hanyalah dianggap orang-orang ‘kurang kerjaan’ karena menanyai hal-hal kecil seperti ‘Apa saja yang dikonsumsi selama seminggu terakhir? Berapa liter berasnya? Sayuran apa saja yang dikonsumsi? Berapa harganya?’ Itu hanyalah sebagian kecil pertanyaan dari set pertanyaan yang biasa ditanyakan petugas sensus dalam Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Pertanyaan yang dianggap ‘kurang kerjaan’ tersebut sebenarnya bertujuan untuk menghitung perkiraan kesejahteraan suatu rumahtangga berdasarkan penghitungan kebutuhan kalori per anggota rumahtangganya. Pertanyaan sederhana, yang jawabannya sebenarnya menentukan nasib bangsa ini ke depannya. Masalahnya adalah, Anda tidak akan merasakan dampak langsung dari hasil pekerjaan kami. Seorang guru jelas-jelas memberikan ilmu kepada anak didiknya, dalam proses belajar mengajar. Seorang petugas pos mengantarkan surat langsung ke tangan Anda. Layanan apa yang diberikan seorang petugas sensus? Tanpa Anda sadari, kami adalah para ‘penyambung lidah’. Lewat pertanyaan-pertanyaan kami, kami mencatat keadaan Anda. Untuk kemudian kami teruskan kepada Pemerintah negeri ini, seperti inilah potret kehidupan masyarakatnya. Tapi ya, yang bisa kami berikan memang hanya sebatas data, karena kami tidak diberi kewenangan untuk menentukan kebijakan. Ketidaktahuan Anda terhadap keberadaan kami menjadikan tugas kami menghadapi serangkaian kesulitan. Penolakan Anda terhadap kedatangan kami, menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Atau sikap Anda yang menjawab sekenanya terhadap pertanyaan-pertanyaan kami. Bagaimana mungkin kami bisa menyediakan data yang akurat jika Anda tidak menganggap kami ada dan memiliki tugas yang nyata, yang berpengaruh terhadap bagaimana Pemerintah negeri ini akan melayani Anda? Beberapa di antara kami menyeberangi lautan, mendaki gunung, untuk mengumpulkan jawaban dari pertanyaan demi pertanyaan dalam suatu kegiatan survey atau sensus. Beberapa di antara kami bekerja sampai jauh malam, karena kesibukan Anda menyebabkan kami hanya bisa menemui Anda di waktu malam, karena Anda tak ingin akhir pekan Anda diganggu oleh keberadaan kami. Beberapa di antara kami menjadi teman ‘curhat’ Anda terhadap kondisi pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat di negeri ini, setelah kami menjelaskan kegunaan dari pertanyaan-pertanyaan kami adalah menyediakan data untuk mendukung perencanaan pembangunan. Beberapa di antara kami harus puas berhadapan dengan anjing penunggu rumah karena bukan tamu yang ditunggu pemilik rumah, sehingga pemilik rumah menganggap kami tidak layak untuk ditemui, dan mengutus anjing penjaga rumah untuk menjawab salam kami. Dan beberapa dari kami terbiasa menghadapi pengusiran pemilik rumah, karena disangka sebagai petugas pengumpul sumbangan. Tentunya saya menceritakan profesi saya ini kepada Anda bukan dengan maksud mengeluh. Tapi untuk mengenalkan profesi saya kepada Anda. Sehingga di pertemuan kita selanjutnya, Anda dapat menerima para petugas sensus tadi, menjawab pertanyaan-pertanyaannya (tentu saja, Anda memiliki hak untuk melihat surat tugasnya, dengan tujuan untuk menjaga keamanan data pribadi Anda, dan meyakinkan Anda bahwa memang dihadapan Anda adalah seorang petugas sensus yang telah ditugaskan negara untuk mendatangi Anda. Selain itu, Anda berhak untuk melihat daftar pertanyaannya, dan bertanya tentang maksud dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Karena sebagai petugas sensus, kami telah dilatih secara khusus mengenai tujuan dan maksud dari setiap pertanyaan) dengan apa adanya. Sehingga, data yang kami berikan kepada Pemerintah ini menjadi semakin sesuai dengan keadaan sebenarnya. Menanamkan sebuah pengertian, bahwa jawaban Anda menentukan masa depan bangsa. Surabaya, 25 Juli 2009 Untuk semua KSK, Mitra Statistik dan teman-teman di BPS seluruh Indonesia.
0 Comments
Sebagai 'facebook addict', ternyata saya ini jadi cukup populer, padahal tidak ada niat untuk mempromosikan diri, Walau kadang2 itu menguntungkan karena banyak orang yang tiba-tiba merasa mengenal saya secara dekat. =)
Saya pernah mempunyai pengalaman buruk dalam menerima teman (fasilitas add friend di facebook), dimana saya meng add seorang pria yang mengajak berkenalan. Akhirnya saya mendapat perlakuan tidak enak yang membuat saya lebih berhati-hati dalam mengkonfirmasi permintaan untuk berteman. Salah satu caranya adalah mengabaikan orang-orang yang mengajak berteman menggunakan fasilitas invite tool, atau orang-orang tanpa identitas jelas (tidak ada foto dan minim informasi). Satu minggu sebelum keberangkatan ke Surabaya saya meng-update status di facebook, bercerita bahwa saya mengalami kesulitan dengan topik thesis saya, karena belum ada bayangan sama sekali apa yang akan saya riset. Maksudnya, siapa tahu ada feedback menarik dari teman-teman yang lain, yang bisa saya pertimbangkan untuk dijadikan topik thesis. Beberapa hari kemudian, ada satu pesan masuk dari seorang pria tak berfoto dengan pesan singkat "Sudah dapat apa yang dicari?". Ketika saya melakukan identifikasi terhadap pria itu, ternyata kami tidak berteman. Dan tidak ada informasi yang dapat saya gunakan untuk membuat keputusan apakah pesan ini perlu dibalas atau tidak. Dan saya memutuskan untuk tidak membalasnya, mengingat saat itu saya juga tidak mengerti apa maksud pesannya, karena status saya di facebook sudah berganti lagi. Jadi tidak terfikir sama sekali bahwa pesan itu adalah feedback status saya yang lalu. Lalu saya pun berangkat di Surabaya. Banyak pesan masuk baik feedback terhadap status saya yang bisa dibaca semua orang, maupun lewat jalur pribadi yang membuat saya merasakan manfaat yang besar dari jalur pertemanan ini. Ada yang menawarkan rumah kost, tawaran bantuan jika memerlukan guide selama di surabaya, referensi kuliner tempat-tempat yang sayang untuk dilewatkan, dan lain-lain. Baik itu dari orang yang betul-betul saya kenal, maupun kenal karena temannya teman, atau tidak kenal sama sekali (dalam rangka sosialisasi sensus penduduk 2010 saya memang cenderung meng add friend selama namanya masih menggunakan nama Indonesia, dengan tujuan orang itu suatu saat akan menjadi target sosialisasi saya) Lalu kembali masuk pesan dari pria yang tidak saya kenal tadi, yang saya abaikan pesannya terdahulu. Intinya, pria itu menanyakan apakah saya jadi ke Surabaya untuk menyelesaikan judul. Barulah saya mengerti maksud dari pesannya terlebih dahulu. Sepertinya jika ada orang yang menawarkan bantuan, sayang untuk dilewatkan. Lalu saya memutuskan untuk membalas pesannya, bahwa saya sudah ada di Surabaya. Apakah beliau bermaksud menawarkan usulan topik? Mulailah terjalin komunikasi dua arah, dimana beliau memberikan nama suatu tempat dimana katanya saya akan menemukan 'banyak orang statistik'. Yang juga saat itu saya berfikir, bersama saya saja sudah ada 24 'orang statistik', belum lagi teman-teman kantor di BPS Provinsi DKI Jakarta, tempat dimana saya ingin melakukan penelitian yang bisa diaplikasikan nantinya. Tapi entah kenapa, saya belum juga tergerak untuk menanggapi pesan tersebut secara serius. Mungkin pria itu berfikir, saya ini serius atau tidak, karena menyambut tawarannya dengan sekenanya saja. Lalu dia membalas, kalau memang niat, silahkan datang ke kantornya, atau mencarinya ke kantor, Insyaallah dia akan membantu. Dalam hati, ini orang sok terkenal amat ya. Baru kali ini nyampe Surabaya, sudah disuruh-suruh pula ke suatu tempat yang namanya saja baru dikenal lewat pesan beliau itu. Apa sih maunya, mana mempertanyakan niat saya dalam melakukan penelitian. Dengan agak sedikit kesal, saya jawab, "Niat dong... Emang dimana sih kantornya?" Mungkin akhirnya dia sadar bahwa saya tidak mengenalnya sama sekali. Lalu jawaban terakhirnya adalah, "Coba cari data ke BPS Provinsi..." (yang mana ada 33 Provinsi di Indonesia ini, hehehe...) Kembali berfikir, bagaimana mungkin ada orang yang menyarankan saya mencari data ke BPS. Sebagai pegawai organik BPS tentunya saya tahu kemana harus mencari data. Mulailah terlintas, sepertinya orang ini sama sekali tidak bermaksud iseng. Dan mungkin dia adalah pegawai BPS juga. (Biasanya saya melakukan searching di community untuk mengetahui pegawai organik BPS, namun entah mengapa hal itu tidak saya lakukan untuk mengkonfirmasi informasi beliau itu dahulu). Bersama saya, ada seorang tugas belajar dari BPS Provinsi Jawa Timur, melalui dia, saya tanyakan, "Apakah Anda mengenal Pak X?" Jawabannya lalu membuat saya tersenyum kecut (untuk yang pegawai negeri, melihat kastanya tentunya dapat mengerti posisi saya yang staf biasa-non eselon, dan Kabid yang eselon III), dan sedikit salah tingkah karena sudah menganggap orang itu sok terkenal, hehehe... "Pasti 'Fa. Dia itu Kabid Y di BPS Provinsi Jawa Timur." Dan segala petunjuk dalam pesannya itu baru dapat saya mengerti dengan sangat baik sekali. Nama tempat yang dia sebutkan adalah alamat kantor BPS Provinsi Jawa Timur, yang menurut dia banyak orang statistiknya. Undangan main ke kantor itu dalam rangka mencari data dan konsultasi, karena memang Jawa Timur mempunyai kekhasan karakteristik dengan jumlah Kabupaten/Kota yang besar dan keterwakilan dari setiap kategori Kabupaten/Kota (Kota besar sampai ke Kabupaten kecil). Walau belum sempat bertemu langsung, lewat catatan ini saya meminta maaf kepada yang bersangkutan karena mengabaikan niat baiknya. Dan menyadari betapa beruntungnya saya mendapat perhatian dalam usaha menyelesaikan Tugas Belajar ini. Mungkin ada yg ngerasa aneh, bagaimana bisa si alfa yg badannya cuma segede gitu (sekarang udah gendut, lho! udah ga kaya anak sd lagi…) bisa punya nama sepuanjaaaannnngggg itu....
Nyusahin BAAK dan TATA USAHA serta KEPEGAWAIAN sudah pasti, karena kalo bikin SK jadi harus bikin format baru, karena namanya ga muat di field nama. Waktu kecil pernah nanya sama ortu, why should i have a very long name? Karena saya ini anak pertama, dan cucu pertama dari kedua belah pihak, semua berebut ngasi nama.... ayah saya sampe pusing tujuh keliling: ga enak hati ama mertua, kalo ngasi nama yg diberi ama ibunya. ga enak hati sama isteri kalo maksain nama pilihannya. ga enak hati ama ibu sendiri, kalo ga make nama yg dia kasih. (sebenernya si kakak beradik namanya emang panjang2 sih, jadi saya ga melihat keanehannya, kecuali bila melihat nama orang2 yang cuma satu or dua kata. baru sadar, iya ya.... nama saya panjang ya…) Alfatihah: kalo untuk yang muslim ga perlu dijelasin lagi kali ya.... nama itu katanya adalah doa. orang2 bilang, kalo mau ambil nama anak, ambil dari Al-Quran. ga tanggung2 ayahku tercinta ngambilnya nama itu.... surat pembuka di al-quran. mungkin juga karena anak pertama, sebenernya juga karena ada alfa-nya itu. Si ayah yg di astronomi itu bercita2 punya anak yang mau dikasi nama Alfa Centaury, tapi ga ada yg setuju (tapi tetep, anak kedua Betha Centaury, wakakak…) Reno: katanya si biar saya ngga lupa punya keturunan Sumatera Barat, yang juga adalah pemberian dari nenek dari pihak ayah. Maulani: konon, ibu tercinta bercita2 punya anak laki2 yang akan diberi nama Maulana. dulu teknologi USG belom sepopuler sekarang kali ya? Jadi ketika yg lahir perempuan, demi menghibur hatinya, ayah saya menambahkan nama Maulani pada nama saya.... (khas orang indonesia, semua atribut perempuan diakhiri huruf -i. =) ) Nuryaningsih: kakek dari pihak ibu menegaskan, bahwa ada darah Sunda dalam diri saya. jadi itu -sih ga boleh ketinggalan (sok tanya ama orang sunda, kalo ngomong -tuh, -mah, -dong, -sih, -euy, pasti ga pernah ketinggalan.... Nur itu mah standar, cahaya.... ningsih itu semacam hukum wajib dari kakek semua keturunan perempuan ada ningsih nya.... (Wahyuningsih, Setyaningsih, Suryaningsih, dll.) Soekri: nah. arti nama ini baru saya ketahui waktu saya di STIS. Gara-garanya ngisi kuisioner SP 2010. Bertanya pada ayah, saya ini masuk suku apa? Karena budaya minang yang matrilineal dan sunda yang patrilineal, sebenernya secara hukum adat saya ga dapet suku. Ayah bilang, kamu itu suku koto. tercantum jelas dalam namamu… Soekri yang menggunakan OE lama adalah singkatan dari SUku Koto Republik Indonesia.... (mungkin ayah saya itu cinta banget kali ya ama Indonesia, masa sampe Republik Indonesia dijadiin bagian nama.... ga habis pikir) Putri: hihihi.... katanya ini demi menghibur saya kelak jika sudah besar nanti. dari keturunan nenek yang orang minang, semua garis keturunan perempuan mendapat nama Putri yang katanya adalah gelar adat. (pastinya saya juga ga ngerti). jadi, ayah saya tetep nambahin nama Putri itu walo di belakang.... dan ada hubungannya dengan kekaguman ayah terhadap Ir. Soekarno. jadi untuk adik2 yang laki-laki, Putri itu diganti jadi Putra. (kakak beradik semua akhiran namanya sama SPM, tapi kalo perempuan jadi Putri, kalo laki-laki jadi Putra) Munaf: ini adalah nama kakek. kenapa harus tujuh kata? karena… surat alfatihah itu ada tujuh ayat.... dan mengobati pusing tujuh keliling nya ayah saya itu.... hahaha.... demikianlah. sampai saat ini, untuk urusan bank, ktp dan lain2 saya menyingkat nama menjadi Alfatihah Reno MNSPM (yang sempat diartikan sudah S2 walo entah jurusannya apa.... yang pasti berakibat munculnya pertanyaan S2 dimana, kok gelarnya aneh.) hingga kemudian.... pada magradika angkatan 43.... ada maba yang ditugaskan mencari kepanjangan nama saya.... dan dia mengubah nama itu menjadi.... Alfatihah Reno Ma Na Sem Pet Mas. . . . duh… |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|