aku di sini
kadang bergerak tak tentu menangkap maksudmu mereka-reka makna dari rangkaian sikap yang mungkin tertuju untukku mungkin, toh aku juga tak tahu hanya kamu dan tuhan yang tahu apa isi kepalamu aku di sini kadang bergerak tak tentu masih mencoba mengertimu semoga kita ketemu
0 Comments
Bagiku, rindu bukanlah sekedar
deretan huruf yang tertata mewakili rasa Lalu, apa arti rindu, tanyamu Rindu adalah binatang jalang, dari kumpulan yang terbuang Itu aku, ujarmu lagi Jika semudah itu kamu menerjemahkan rindu maka datanglah, biarkan rindu ini menemukan jalannya kembali Hari ini pandangan matamu menghujam sanubariku
meski itu sebuah citra dari lima tahun yang lalu pandangan matamu tetap sama, seperti saat kita pertama bertemu memandangku, selalu terlihat tanya Kamu tak tahu betapa aku takut padamu, takut pada kecintaanku yang berlebih, takut pada ketaksempurnaanku dalam mendampingimu takut pada setiap fakta bahwa kamu selalu, selalu, memberikan yang terbaik darimu Aku rindu, rindu sekali padamu sejak tendangan pertama di dalam perutku caramu memandangku dari balik selimutmu mengintip malu-malu dari balik baju dan setiap saat dimana aku bisa memandangmu Kamu tak tahu, betapa aku takut padamu takut dengan kedewasaan berpikirmu takut dengan kesempurnaan yang kau coba tunjukkan membuat aku jatuh cinta yang teramat sangat dalam yang akhirnya: takut kehilanganmu Cintaku, adalah kamu :) --- a note for a.b.e Di depan gelas-gelas kopi kita kukatakan padamu, Dad
"Aku tak ingin berjodoh dengan seniman" Ketika kau tanya mengapa, kujawab sekenanya "Takut anak-anakku gak bisa makan" Dan kau pun tertawa (meski mungkin pedih) Tahukah, Dad, mungkin caramu yang salah Ketika ada anak muda hendak berguru begini harusnya jawabnya: "Saya sangat selektif dalam memilih murid!" Pasang tarif, jangan terima-terima saja Ini era digital, Dad. Jumlah follower itu penting Paling mudah membayar orang-orang Yang sudah jelas memiliki penggemar Bahasa gaulnya: meng-endorse mereka yang potential reach-nya tinggi Numpang keren boleh dong, asal sanggup bayarnya Maka sekarang hidup seniman tak lagi susah, Dad Tuliskanlah satu atau dua bait puisi Beri nomer dan catatan kaki Lalu kirimkan padanya, yang namanya tak boleh disebut Harganya sepuluh juta! Wow.... Buat gaya sendiri, meski gaya-gayaan Tebarkan rupiah, agar ada yang mengikuti Buat rekor sendiri, berikan gelar pada diri sendiri Biarkan banyak yang menghujat, agar pejwan di google search, Daddy tahu apa itu pejwan? Bukan, bukan page-nya si Iwan, jangan GR Berpengaruh itu penting, Dad Supaya ada yang bisa dituliskan di daftar riwayat hidup Satu di antara 33 yang berpengaruh Pengaruh baik atau pengaruh buruk? Siapa perduli, tetap pengaruh, kan? Maka di sisa terakhir kopi di cangkirku ini, Dad Kukatakan padamu, sekali lagi Beradaptasilah dengan masa Kenalilah, cara robot-robot bekerja Karena sekarang, uang yang bicara Oh ya, Dad, tidak perlu repot-repot share ini Kuberitahu lagi, profilku protected Hanya orang-orang keren yang bisa baca ini Dan tak ada nama disebut di sini, tak ada NB, tak ada catatan kaki Adakah yang dapat menawar imajinasi? Titip salam untuk Oom Saut esok pagi Mungkin polisi-polisi itu datang jauh-jauh dari Jakarta Hanya ingin berburu Abekani Soalnya dapatnya susah sekali, Goodnight, Dad, terimakasih untuk waktunya Suara sirine membelah jalan yang terpanggang panasnya matahari
Empat lelaki berbaju putih berada di depan membuka jalan Aku terdiam, "seseorang akan berpindah dunia hari ini, bersiap menghadapi pertanyaan Munkar Nakir" Terlintaslah segala kemungkinan tanya di dalam benak. Akankah aku mampu menjawabnya kelak? Itu bukan pertanyaan yang bisa dijawab dengan menghafal, tetapi dengan perbuatan dan amal. Hai kaki, hai tangan, apa kelak yang kukatakan? Baris pertama iringan terlewati, kedua, ketiga, keempat, kelima, tak ada yang kukenal "Beruntunglah ia, banyak yang mengantarkan...." Dan kendaraan putih itu pun melintas, Lamunanku terhenti, wajah-wajah di dalamnya tampak kukenal Kudekati, semuanya terasa hangat, seakan begitu lama hadir dalam hari-hariku Kendaraan itu menjauh, dan aku mendekat Tak mampu mengingat, kupalingkan wajah ke dalam keranda "Masyaallah, itu aku!" Pesan-pesan tak tersampaikan
ketika kata hati tak lagi terwakili rangkaian huruf-huruf mengering, basi! lidah terkunci, mata tertutup, hari berganti Ada apa dengan kalian, wahai para pencari dunia? Nak,
Tentu ini bukan soal hadiahnya Bukan soal menang dan kalahnya Tetapi soal sebuah batas Tentang sebuah kompetisi Bersyukur jika menang Tegakkan kepala jika kalah Nak, Keberanianmu melewati batas Berani menang Berani kalah Itulah intinya (Melihat duo ganteng yang tertidur pulas kelelahan setelah 'berjuang') Negeri Dongeng
*kepada taufiq saya berkisah* Cc: Lily Siti Multatuliana SutanIskandar Dayang Sumbi gundah gulana Jatuh cinta pada sang putra "Duh gusti, apa salah hamba?" Dari bahagia terasa hampa Ibu mana yang tega Menolak keinginan buah hatinya? Menolak keinginan belahan jiwa? Terlebih, ia pun kekasih hatinya Dayang Sumbi mendapat cara "Wahai Sangkuriang tercinta, Indahnya malam purnama Berperahu berdua di tengah telaga" Sangkuriang bersuka cita "Baiklah Dinda jelita, Satu perahu dan telaganya Malam ini juga kupersembahkan untuk Dinda" Menangislah Rara Jonggrang sejadi-jadinya Melepas Sangkuriang tercinta "Ijinkan Dinda membantu Kanda Untuk terakhir kalinya...." "Maafkan aku, Dinda" Sangkuriang berkata "Beginilah cinta, wahai Kanda" Rara Jonggrang terbata "Bagaimana dengan Bandung Bandawasa?" "Seribu candi sedang menantinya." Peluh menetes di raga Bandung Bandawasa Lima ratus delapan candi berdiri megahnya Terbayang sudah senyum Rara Jonggrang nan jelita Di pelaminan kelak bersanding dengannya Hari beranjak senja Dua ratus dua puluh delapan candi bertambah sudah Seribu candi segera tiba Mahar bagi Rara Jonggrang belahan jiwa Ketika hari gelap gulita Datang gagak bawa berita "Bandung Bandawasa alangkah bodohnya Rara Jonggrang tidak setia" Sembilan ratus sembilan puluh sembilan candi sudah Bandung Bandawasa berhenti segera Diikutinya gagak pembawa berita Hingga ke tatar Sunda Di kejauhan Dayang Sumbi terluka Memandang Sangkuriang dan Rara Jonggrang bekerja Sebagai Ibu, sebagai kekasih tak rela Cemburu luar biasa Dimintanya warga desa Menumbuk padi, dalam gulita Membakar jerami, langit membara Kokok ayam seakan fajar tiba Sangkuriang pun gelap mata Tahulah ia hilang sudah harapnya Ia murka luar biasa Perahu ditendangnya sekuat tenaga Rara Jonggrang amat berduka Berhenti berharap pada cinta Siap menanti Bandung Bandawasa Dengan seribu candinya Bandung Bandawasa di tengah derita Terbang hingga ke Ranah Minang Bersimpuh di kaki Ibunda Malin Kundang Menanti sebuah mantra Ibunda Malin berurai air mata Sungguh mengerti ia akan arti sebuah harap Ditepuknya bahu Bandung Bandawasa "Kuberikan, namun akan sakit luar biasa" Kembali ke tanah Jawa Getir rasa hati Bandung Bandawasa Meski Rara Jonggrang tersenyum bertanya "Sudahkah seribu candi kau bawa?" Diucapkannya mantra Seketika Rara Jonggrang tak mampu bicara Membatu, dan Bandung Bandawasa pun merana Betapa ia telah buta karena cinta sungguh, padahal aku mencair
bermaksud menyerah, kalah hingga sebuah pesan yang tak tersampaikan dan aku berbisik "oh well" yang ada hanya monolog dan serangkaian percobaan lainnya ternyata, aku masih belum diizinkan tuk kalah dan tuk menyerah petunjuk lainnya dari dunia? pernah kamu ingat, sahabat
ketika kukatakan, bukankah kita diselimuti langit yang sama? dan tak ada waktu yang tak ingin tak kubagi denganmu dan tak ada kisah yang terlewat kusampaikan padamu karena kamu ada di hari-hariku itu sudah terlalu lama, waktu bergulir, jarak membentang ikatan hati memudar dan tak ada lagi kita biarkan saja aku menangis, karena kehilangan hanyalah sebuah awal dari kehidupan selanjutnya lambat laun sepi itu akan berubah bentuk menjadi biasa, biasa tanpamu lambat laun biasa itu akan membuatku lupa, lupa tentangmu jadi mari kita mulai. |
AboutAda banyak cara untuk menyampaikan rasa. Ini cara Alfa! Archives
August 2017
Categories
All
|