Hari ini saya menemukan sesuatu yang menarik, yang akhirnya membuat saya dapat memahami argumen Sandro Del-Prete, dengan lukisannya Message of Love from the Dolphins, bahwa orang dewasa itu lebih sering menggunakan pengalamannya memahami informasi, benar terjadi pada saya. Lukisannya seperti apa, bisa dilihat di sini http://www.planetperplex.com/en/item/message-of-love-from-the-dolphins/
Allah itu hebat. Ketika saya ragu atau penasaran dengan sesuatu hal, secara sederhana saya akan diperlihatkan di kemudian waktu, jawaban dari keraguan saya itu. Seringnya saya hanya tersenyum sendiri. Walaupun demikian, saya mengagumi, cara-Nya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan *gak masuk akal* saya. Beberapa waktu lalu saya sempat membuat status bahwa saya mulai jenuh dengan status nya Mario Teguh. Sederhana, keseringan update status teamnya beliau. Segala sesuatu yang berlebihan jadinya ngga baik kan? Dan teman saya, Bagus (http://www.facebook.com/abi.fadila), mereferensikan page Darwis Tere Liye (http://www.facebook.com/darwistereliye). Hihihi... Demi apa, tadinya saya pikir yang nulis novel-novel itu (yang saya niat beli tapi belum kebeli jadinya belum pernah baca), adalah Tere yang artis dan mantan anggota DPR itu. Dan, oh, ternyata beliau laki-laki. Hahahaha... *siap menerima kritikan fans nya Darwis Tere Liye* Kemudian, mulailah status-statusnya beliau muncul di Home saya. Hmm... Kesimpulan awal saya kemarin-kemarin adalah orangnya puitis dan pintar memilih kata, khas seniman. Untuk orang yang menyukai seni, pilihan kata yang baik dalam menjelaskan hal itu adalah suatu keindahan, termasuk misteri dibaliknya. Tetapi, buat orang yang suka eksak, seringkali sebal bagaimana hal yang sederhana harus dibuat rumit bahasanya. Untuk yang setengah-setengah seperti saya (saya belum menemukan *complete version of me*, sampai saat ini saya merasa masih setengah-setengah), saya menikmati perbedaan pandangan di antara keduanya. Dan berpikir bahwa keduanya dibutuhkan. Manusia memiliki kebutuhan akan keindahan, juga perlu logika dalam menyelesaikan permasalahan. Tinggal kapan harus pakai yang mana (my favourite quote kalau ada mahasiswa yang bertanya kunci untuk memahami segala macam uji statistik yang ada). Sehabis baca-baca berita (kebiasaan saat nunggu alif attar pulang sekolah), dan baca komentar di fb, muncul status Darwis Tere Liye yang isinya, "Bukankah kita sering terlintas ingin menyebutkan di mana kita sekolah/kuliah, agar orang2 tahu siapa kita? Dan lebih tinggi lagi godaan untuk menyebutkannya saat berdebat, atau dalam momen2 lain untuk membuat orang terkesan. My dear anggota page, itulah yang disebut bisikan kusam, datang dari hati yang berbisul. Apalagi jika maksudnya adalah untuk merendahkan orang lain yang sekolah/kuliah di tempat yg menurut kita tidak se-elit sekolah kita. Kita tidak perlu membangga2kan hal yang tidak perlu dibanggakan. Karena diluar sana, banyak orang yang sekolah/kuliah di tempat lebih baik dibanding kita dan mereka memilih rendah hati." Permalink-nya ada di sini http://www.facebook.com/darwistereliye/posts/526220774095162 Tertarik untuk baca-baca komentarnya. Ternyata, komentar-komentar orang itu bisa sangat macam-macam di luar konteksnya. Sebagai seseorang yang juga mencantumkan sekolah di informasi FB, saya melakukannya agar mudah mencari teman dari almamater yang sama. Karena prinsip pencarian di social media menggunakan keyword, dimana nama sekolah adalah salah satunya. Jadi saya cuma senyum-senyum saja baca status ini, karena di dunia nyata, ego almamater, ego angkatan, meski kita tidak suka, bukti fisiknya banyak. Lalu saya baca postingan yang ini "Kenapa orang2 mencantumkan gelar Haji, padahal mereka tidak mencantumkan gelar: Syahadat, Shalat, Puasa dan Zakat? Kan keren kalau nama saya jadi H. Tere Liye, S, Sh, P, Z Kenapa orang2 mencantumkan gelar sarjana, master, doktor, padahal mereka tidak mencantumkan gelar: TK, SD, SMP dan SMA? Kan keren kalau nama saya jadi Tere Liye TK, SD, SMP, SMA, S1, S2 dan S3? **Postingan ini khusus buat kalian remaja/masih sekolah yang belum terkontaminasi cara berpikir orang dewasa yang kadang tidak prinsipil dan penuh kulit bawang berlapis2 argumen pembenaran. Pikirkanlah. Kalian adalah generasi penerus dgn janji pemahaman yg lebih baik, kalian adalah 2/3 anggota page ini, mayoritas." Permalink-nya ada di sini http://www.facebook.com/darwistereliye/posts/526231547427418 Tadinya mau komen gini "Pastinya itu orang yang pasang-pasang gelar ga punya nama sepanjang saya. Karena dengan nama sepanjang saya, memastikan nama saya termuat dengan sepantasnya di field yang disediakan untuk nama saja sudah susah, mau nambahin gelar lagi..." Karena awalnya mau komen, jadi baca-baca komen sebelumnya. Ada yang menganggap penting ya untuk dibahas (lha itu kan page-nya dia, mau bahas apa juga terserah dia), ada yang komentar sinis amat (sebagai seorang juteker -istilah saya untuk orang-orang jutek- saya bisa menerima kalau orang itu kadang-kadang sinis, tapi kalau sinis itu untuk kritik yang positif, meski kita ngga suka nadanya, diterima aja kenapa sih?), ada yang bilang orang-orang itu sombong, dan sebagainya. Yang akhirnya saya juga kemudian komen. Setelah komentar, baca-baca lagi komentar di atasnya, ada komentar yang punya posting. Ahahaha... Betul, saya lupa, ada catatan di situ "Postingan ini khusus buat kalian remaja/masih sekolah". *jadi malu* Dan melihat komentar Marisa Khansa ini, "kalo mnurut penyerapan saya (baru kelas 11) stelah membaca ini, karena orang yg sudah sarjana, master ataupun doktor sudh pasti mreka brhasil mlewati TK, SD, SMP, dan SMA. jadi kalau kita sudah Haji, seharusnua kita juga berhasil menjalani syahadat, shalat, puasa, zakat dan lain2. bukan cuma dijalankan, tapi benar2 mngerjakannya semata2 karna Allah. mm, itu mnurut pandangan saya sih. maaf kalau salah" Saya jadi ingat lukisan Sando Del-Prete tadi. Apakah jawaban sebenarnya memang: Orang menggunakan gelar Haji, tapi tidak syahadat, sholat, puasa, zakat, karena dengan gelar hajinya seharusnya dia memang sudah melakukan empat rukun islam yang pertama. Orang yang menggunakan gelar Prof, karena tanpa perlu menyebutkan master dan sarjana nya karena semua orang sudah tau, dia jadi Prof setelah melewati tahapan-tahapan sebelumnya. Hehehe... Kok jadi kaya tebak-tebakan yaa? Tapi saya suka tebak-tebakan. Tapi tetap aja untuk kemungkinan jawaban yang kedua itu, saya pasti akan ngeyel... Ada kok yang dapat gelarnya beli di online shop =D Sambil nyengir dan penasaran sebenarnya maksud beliau itu apa. Kalau kamu teman, akan jawab apa? ^_^V
0 Comments
|
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|