Ini kisah lucu yang ingin saya bagi. Setelah belakangan ini, saya sering melihat orang yang petantang-petenteng sok jago di depan kamera, mengarahkan massa dan yang lainnya, di dalam liputan tentang kerusuhan. =) Bisa jadi dia memang begitu emosi, tapi pernah ngga terpikir, mungkin dia sedang ingin ditonton oleh Garin Nugroho, siapa tahu diikutkan dalam proyek film berikutnya. ;-) Apakah kata-kata saya terlalu tajam? Terlalu nyinyir? Ijinkan saya bercerita tentang pengalaman yang pernah saya alami.
Suatu hari di tahun 2005, pasca pembagian BLT tahap I di Kota Kendari. Kantor saya, BPS Kota Kendari, lumayan sering masuk TV karena demo yang ngga berhenti-berhenti. Tiap hari kami menghadapi ratusan orang, dengan satu keinginan, mendapatkan kupon BLT. Mulai dari anggota DPR yang minta pembantunya diikutkan, ibu pegawai negeri dengan emas berkilau-kilau yang bilang anaknya miskin dan belum mendapatkan kartu, hingga memang bapak-bapak yang melepas sendal sebelum masuk ke kantor. Berbagai orang, dengan satu keinginan, harus dihadapi. Life is just like drama. Hanya untuk mendapatkan 'atribut' MISKIN, betapa saya melihat usaha-usaha yang -engga banget deh-. Saat itu, sungguh, saya tidak dapat berkata apapun. Selain banyak-banyak berdoa, semoga pekerjaan kami saat itu, lebih banyak manfaatnya dari mudharatnya. Kami dicaci, dimaki, dibenci, juga sekaligus dicintai, dihormati. Tergantung oleh siapa. Yang berhak dan menerima haknya, yang berhak namun terlewati, dan yang tidak berhak namun mencoba spekulasi. Dan sepertinya, media memberikan warna tersendiri dalam menciptakan kekisruhan ini. Satu kejadian sungguh membekas dalam ingatan. Seorang ibu yang mengendong anaknya yang masih balita, menangis meraung-raung karena tidak mendapatkan BLT. Apa pasal? Kamera dari salah satu TV swasta sedang mengambil gambarnya. Bahkan, si ibu, sempat-sempatnya menitipkan anaknya untuk digendong KSK untuk kemudian? Pingsan. =D Apa yang tergambar di TV keesokan harinya? Si ibu yang meraung-raung dan kemudian pingsan, serta pandangan kami yang kebingungan melihat si Ibu. *yap, mereka tidak menyiarkan bagian penjelasan kami, bagian si ibu menitipkan anaknya, dan bagian kami yang kebingungan melihat si ibu karena kami tahu dia hanya pura-pura pingsan* Dan itu saja, satu titik itu, membuat kredibilitas *televisi berita* yang biasanya menjadi favorite saya itu, turun drastis di mata saya. Hahahaha... Saya malas nonton TV. Atau, untuk memahami satu berita pun, saya akan coba cari referensi di lebih dari satu media. Mengapa? Anda pasti tahu apa alasan saya. Saya mencari, ada perspektif apa lagi dalam menyikapi permasalahan ini. Maka berhati-hatilah kawan, dalam menyikapi suatu permasalahan. ;-) Be wise, Be smart.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|