Sepasang kekasih, Putra dan Yasmin, berencana menikah di tempat romantis. Putra undang sang kakek, Ray, sebagai saksi. Yasmin undang ibunya, Fazira. Mereka ingin merayakan kebahagiaan di pulau resor. Sayang sikap saling curiga merusak rencana hari bahagia mereka. Fazira menolak menantu dari Indonesia, sementara Ray tak setuju jika sang cucu tidak menikahi perempuan nusantara. Filmnya dibuka dengan adegan perempuan lari-lari, terus naro handphone di tas anak kecil, dan jatuh ditembak sniper. Di sini saya sudah bingung, di tempat seramai itu, ada perempuan ketembak, tapi ga ada reaksi apapun dari orang-orang sekitar. Really? Lah, ada bom yang berpotensi menimbulkan ledakan susulan aja, di Sarinah situ malah jadi tontonan orang-orang. Ga ada yang teriak, ga ada yang kaget, ga ada yang sadar. Okelah.
-bahkan sampai akhir film saya gak tahu perempuan ini siapa- Dan kemudian beralih ke sebuah kelas, di mana seorang dosen menutup kuliahnya, dan temannya datang menghampiri *dan ga ketahuan juga ini si dosen ngajar apaan* Tokoh utama yang diceritakan di film ini: Opa Satria: Pensiunan BIN, sekarang jadi dosen. Ceritanya sih sangat mencintai nusantara, kalau ngomong harus pakai bahasa Indonesia, bajunya selalu batik/tenun, pakai batu akik merah yang gak ketahuan apa namanya. Satria tidak menyetujui rencana pernikahan Putra dan Yasmin, karena Satria ingin Putra menikahi perempuan Nusantara. Putra: Manager hotel, cucunya Opa Satria. Yatim piatu, mau nikah sama Yasmin. Selain manager hotel ternyata Putra juga kerja untuk interpol. Yasmin: Bekerja sebagai event organizer di hotel yang sama dengan Putra. Yatim, ayah dan ibunya sudah bercerai. Ayahnya adalah salah satu pemilik bank dunia (saya bingung kakak, kenapa bank dunia jadi milik perorangan ya? Atau ini bank yang namanya dunia?), setelah ayahnya tiada, pemilik bank dunia itu tinggal berlima. Fariza: Ibunya Yasmin. Tidak menyetujui Yasmin menikah dengan Putra, karena Putra orang Indonesia (hahahaha.... ini sih kisah klasik permusuhan Indonesia - Malaysia) tapi, luluh sama Satria ketika tahu dia adalah dosen (uwow, ternyata jadi dosen itu keren ya?) Jadi, spy-nya itu adalah Opa Satria dan Putra. Tapi, baru belakangan ketahuan kalau Putra ini spy. Bingung sebenarnya mau nyeritain apa, banyak banget bagian di film ini yang maksa. Yang kalau dipikir-pikir, adegan itu dihilangkan pun ga akan ngaruh-ngaruh amat ke filmnya. Contohnya handphone yang ditaruh si wanita di tas si anak. Anak kecil itu tahu-tahu bisa mengoperasikan handphonenya (emang gak dikunci?), terus semudah itu dilacak handphone mana yang digunakan (padahal akurasi GPS HP itu ya gitudeh). Dan terakhir, ya gak dibahas kenapa HP itu dicari-cari, cuma HP biasa yang gak tahu kenapa diributkan. Katanya sih karena video di dalamnya, tapi kan videonya sudah didapatkan. Jangan-jangan kaya pengacaranya Jessica nih. Kalau objek sudah dipindahkan, dianggap hasil editan. Jadi harus lihat langsung sumber aslinya, hihihihi.... Opa Satria itu katanya nusantara banget. Tapi, waktu food gathering makanan favoritnya disajikan oleh orang India, tapi kelihatannya seperti makanan Padang. Dimana ada ceritanya orang India jualan masakan Padang? Terus, ini film kecuali Bakmi Jawa dan bajunya Opa Satria, ga ada gitu promosi tentang Indonesianya sama sekali. Malaysia dipromosikan dengan Penangnya, (Milo-nya, Nescafe-nya, hiks) Indonesia? Gak kesebut, hiks.... padahal, pengambilan gambar dilakukan di dua negara. Pada saat ada moment si Opa Satria pake tas kulit aja, gak ketahuan euy itu buatan Indonesia apa bukaaaannn.... saya gak terima ini. :P Coach, Long Champ, nyata kelihatan. Kenapa sih ga pake tas kulit yang ada tulisan made in Indonesia-nya? Kan kalo bisa jadi trend kaya tasnya Cinta di AADC2 lumayan dampaknya buat pengrajin-pengrajin di Indonesia, hehehe.... Putra ditugaskan menyamar jadi manager hotel untuk melindungi Yasmin. Dari apa? Yasminnya kayanya engga pernah terancam bahaya, malah Opa Satria yang kena ancaman macem-macem. Gak ada tanda-tanda Yasmin dalam bahaya, kecuali pada suatu waktu setelah -orang jahat- menculik Opa Satria. Dan ga jelas juga kenapa Opa Satria diculik, toh dia ga membahayakan organisasi orang jahat itu, cuma gara-gara si Megan aja yang kelewat narsis pengen skenario kejahatannya ditonton mantan dosennya. Yang mana gak kelihatan tuh kalau dia mengagumi mantan dosennya ini. Ga ada gitu pertunjukkan dimana dia berusaha menebak jalan pikirannya Satria/ berusaha tidak bisa ditebak Satria. Jadi ya ditonton gak ditonton Satria pun Megannya akan begitu. And Yasmin, gak ada penjelasan suka olahraga, tiba-tiba di akhir jadi jago tembak. Darimana ceritanyaaaa? Ini bagian dari penokohan yang banyak 'ujug-ujugnya'. Lumayan mengganggu kalau biasa nonton film pake mikir (kaya saya gitu). Jadi, dari segi cerita, Spy in Love kurang punya cerita yang kuat. Konsepnya mudah dipertanyakan, kok gini, kok gitu. Dan mungkin jawabannya cuma "Just enjoy the show...." ga akan memuaskan penanyanya. Kemudian, adegan perang-perangan. Rasanya, mengatur perang-perangan jadi mimpi semua anak lelaki ya? Harus gini, harus gitu, lari ke sini, jaga di situ, dan seterusnya. Di sini? Hufftt.... pergantian dengan stuntman dan stuntwoman-nya masih kerasa kasar. Ketahuan banget kapan digantinya. Adegan penangkapan/penculikannya juga gak berasa kaya dilakukan profesional, malah jadi kaya adegan penculikan dalam film Dono Kasino Indro, yang emang tujuannya buat lucu-lucuan (gampang dibebaskan). Beda banget sama adegan penyanderaan di Haji Backpacker, yang saya sampai pulang ke rumah masih deg deg an, ngebatin "di dunia aja yang bisa membuktikan kamu itu Islam atau engga bukan dari kartu identitasnya, tapi dari kemampuan kamu membaca kitab sucinya, gimana lagi nanti di akhirat?" Di film ini, saya kurang ngerasain -keseriusan- dalam adegan-adegan actionnya. Tiba-tiba kangen ama film yang punya cerita kuat, kaya "Tanah Surga, Katanya". Hiks, kemana Danial yang itu.... Yang kerasa ini masih Danial, ga ada adegan percintaan yang gak perlu (kissing, adegan ranjang). Padahal ya bisa aja diselipin kalau dia mau. Hehehe.... tapi ada ataupun ngga ada, ga mengubah jalan ceritanya. Tapi, semua film Danial itu settingnya bukan cuma di Indonesia ya? La Tahzan, sampai ke Jepang. Haji Backpacker, sembilan negara. Spy in Love, Indonesia dan Malaysia. Next, Melbourne Rewind, Indonesia - Australia. Huffttt.... mungkin sudah saatnya kembali ke Indonesia. Dan menulis sesuatu seperti "Tanah Surga, Katanya" lagi, eksplorasi kisah-kisah yang ada di Indonesia (kenapa elu yang request, Fa?) Entahlah. Karena, percaya aja ini belum jadi yang 'terbaik' dari Danial.
1 Comment
|
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|