Teman, apa daily wear favoritmu?
Sewaktu saya hamil anak pertama, ibu mertua saya memberikan oleh-oleh sebuah daster dari Bali. Baju itu sangat nyaman sekali untuk dikenakan. Utamanya, karena dia mampu berkompromi dengan ukuran perut saya yang makin hari makin membesar. Cuaca di Kendari yang panas, suhu tubuh yang meningkat selama hamil, menjadikan daster itu adalah baju wajib, cuci kering pakai, yang hampir selalu saya kenakan. (Sebelum menikah daily wear saya adalah kaos + celana pendek, kostum wajib ternyaman sedunia pada masanya). Saya baru rela melepas daster itu untuk beralih fungsi menjadi lap kaca, setelah tidak ada bagian yang bisa diperbaiki lagi. Jahit yang kiri, sobek di kanan, dan kainnya menjadi rapuh termakan detergen. Sampai sekarang pun begitu. Menurut penilaian saya, daster itu adalah jenis baju ajaib, yang semakin lama dikenakan, semakin nyaman. Tentu saja saya punya lingerie, punya piyama, punya kaos dan celana pendek, tetapi ketika harus memilih mana yang ingin saya kenakan, pilihan saya adalah kepada salah satu daster. Hehehe… Semoga baju-baju yang lain tidak menjadi iri karenanya. Di meja kopi suatu hari, dalam rangka me time bersama beberapa teman, terjadi diskusi singkat. Mengenai penampilan di depan suami. Awalnya, dari salah satu curhat sahabat yang sedang mengalami prahara di rumahnya. Dan sahabat yang lain mengingatkannya dengan “Elu sih, ga pernah dandan di depan suami. Di rumah jangan dasteran mulu makanya…” Saya jadi berpikir. Kok dasternya yang disalahkan? =) Bukan saya kalau ngga ngeyel dengan apa yang jadi kesukaan saya dong. Menurut saya, pasangan hidup itu sebaiknya ya seperti daster itu. Semakin lama, semakin nyaman. Semakin saling mengerti, saling memahami. Tapi masalahnya, bisa ngga kita, menjadi seperti daster? Memberikan kenyamanan seiring berjalannya waktu. Pernah ngga sih denger becandaan, enaknya punya suami itu arkeolog. Semakin tua istrinya, semakin bernilai di matanya =) Sayangnya kita sering lupa. Lupa untuk membuat pasangan kita merasa nyaman ada di dekat kita. Dengan perasaan bahwa komitmen mampu untuk menangani segalanya. Kan sudah berkomitmen untuk bersama, suka ngga suka ya udah terimain aja. Dan akhirnya, seperti daster yang dijahit kiri, sobek yang kanan, rapuh dimakan waktu. Jadi, komitmen untuk bersamanya yang disalahkan? Hehe… Kalau ngga ada komitmen, yang ada jadi seperti baju sekali pakai. Sudah selesai kegunaannya, besok ganti lagi. Mungkin komitmennya seharusnya diganti menjadi komitmen untuk mau saling mengerti dan saling memahami, bukan hanya sekedar bersama. Ah tapi teman, sayapun hanya mampu menuliskannya saja. Bukan berarti saya sudah berhasil meniru sifat si daster tadi. Tetapi mencoba memotivasi diri sendiri, semoga saya, seiring berjalannya waktu, mau lebih mengerti, mau lebih memahami, dan bisa membuat pasangan saya tetap nyaman bersama saya. Kembali ke pertanyaan semula, apa daily wear favoritmu?
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|