Dari sejak sebelum punya anak, Daddy saya sudah sering menceritakan bahwa saya tidak boleh menganggap remeh pertanyaan anak-anak. Otak mereka seperti spons, menyerap dengan baik semua pengetahuan yang diberikan. Logika mereka tak terbatas, tak terbentur asumsi-asumsi yang sering kali menjadi sekat-sekat dalam proses berpikir manusia dewasa. Seandainya saya tidak bertemu sahabat SMA saya, yang percaya bahwa truk mixer (truk molen) adalah mobil untuk menyimpan mayat, mungkin saya akan mengabaikan begitu saja nasehat Daddy ini. Di angkot, teman saya menatap truk molen dan bertanya, "Ti baheula urang bingung, eta dimana mayit na?" (Dari dulu saya bingung, itu di mana mayatnya - terjemahan). Kami, sahabat-sahabatnya menertawakan dengan heboh, meninggalkan dia yang tetap bingung. Setelah dia berkata bahwa ayahnya berkata demikian, sambil terharu, kami jelaskan, bahwa itu hanyalah lelucon (mungkin). Mengingat ini, saya berjanji pada diri sendiri, "Anakku, seabsurd apapun pertanyaanmu, Ibu akan berusaha menjawabnya, dengan menggunakan sumber yang terpercaya!" Sejak menikah, suami sepakat dengan konsep ini. Itu penting banget, supaya ayah dan ibu itu seiya dan sekata dalam mendidik anak. Supaya anak gak bingung, kalau kita gak konsekuen dalam menjawab, anak saya gak akan segan bertanya "Ini yang mana sih yang bener? Ayah bilang A, Ibu bilang B?" dan kami pun harus mengevaluasi jawaban kami supaya jadi jawaban bersama. Sama-sama belajar. Demikian juga, cara mengajar mereka. Saya harus ikut membaca buku mereka, mencoba mengerti apa yang ingin dikatakan buku-buku itu. Mengurai maknanya. Tibalah pada buku IPS dan PKN. Pelajaran yang saya gak gitu suka, dan sudah bikin emosi jiwa sejak mereka kelas 1 SD. "Apa fungsi kartu keluarga?" Bukunya anak-anak bilang, untuk diperlihatkan ke petugas sensus. Ini apa coba? Males bener mikir yang nulis buku! Ini kelas 1 SD. Kelas 2 SD, si bocah sudah dijejali dengan segala macam pertanyaan mengenai lembaga negara dengan segala tugas pokok dan fungsinya! Saya harus menahan marah lihat soal "Sebutkan jabatan fungsional yang ada di kelurahan!" Masyaallah, emang naik kelas besok anak saya mau ikut seleksi lurah? Sampai harus ditanya segitunya? Pak lurah dan Pak camat memang sudah hafal itu jenis-jenis jabatan fungsional? Sayang sudah lama sekali saya SD. Tapi kayanya jaman saya SD pertanyaan-pertanyaannya gak gitu-gitu amat. Menjelang ulangan IPS dan PKN, anak saya selalu berusaha menghafal baris demi baris. Karena dijelaskan pun tidak semua dia paham. Suatu ketika, kami sedang menonton berita. Pemilu 2014. Masih ingat? Ketika itu, ruang sidang anggota dewan yang terhormat berubah jadi semacam arena pertarungan terbuka. Gebrak meja, banting kursi, riuh rendah suara yang bersamaan, cemoohan, "huuuu" dan "boooooo" dilakukan oleh manusia yang dari segi usia sudah dewasa. Diulang-ulang terus beritanya, dilengkapi juga dengan dosa-dosa anggota dewan, apalagi kalau bukan sajian tentang berapa banyak anggota DPR yang menjadi tersangka korupsi. Hati saya ngilu, ketika Ganteng 1 bertanya, "Ibu bilang, salah satu tugas DPR adalah pengawasi penggunaan anggaran belanja negara!" "Ya, Nak. Kenapa memangnya?" "Kenapa mereka korupsi?" "Kadang Nak, mereka yang mengetahui justru tidak melaksanakan apa yang mereka ketahui!" "Ibu bilang, kita harus menghormati pendapat orang lain. Kenapa mereka ribut? Tersenyum lagi. Mau jawab apa hayo.... "Bu, apakah mereka (anggota dewan) dulu belajar PKN?" Pertanyaan sederhana yang membuat saya menitikan air mata haru. Dia sudah melewati masa-masa berat dengan menghafal baris-baris pertanyaan yang panjang-panjang itu. Berusaha mengamalkannya. Dan di depan matanya, ketidakadilan terjadi. Manusia dewasa yang tidak melakukan apa yang seharusnya telah mereka ketahui. "Semestinya begitu, Nak. Semestinya mereka belajar!" Jawaban menggantung yang saya berikan. Karena saya pun yakin mereka sudah belajar, tetapi mungkin memang hanya mempelajarinya supaya tahu kalau ditanya. Bukan untuk mengamalkannya. Jadi Jumat lalu, wahai ganteng kesayanganku, kepada Bapak Sekjen MPR, Bapak Ma'ruf Cahyono, Ibu tanyakan pertanyaanmu. Ini jawaban beliau.... Teruslah belajar dan memahami apa yang kamu pelajari. Meski kehidupan ini bukanlah fungsi linier. Jangan biarkan kegaduhan mengubah apa yang kamu percayai. :)
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|