Disiplin Informasi
Dalam seminar kemarin, kata-kata ini mendadak jadi trending topic di kepala saya. Dunia maya yang 'berisik' memudahkan kita mendapatkan akses informasi, nyaris tentang apa saja. Siapkah kita? Si Dad pernah bilang begini: "Too much information will kill you!" Waktu itu saya jawab, "However, those who has access to information will rule the world!" Katanya lagi: "Only if you use them wisely, My Dear!" Ya, si Daddy jua tidak sepenuhnya melaksanakan nasehatnya sih, hehehe. Coba kalau iya, tak akan dia berkasus dengan si dia yang namanya tak boleh disebut itu. Hehe.... Lalu, sebagai statistisi apa yang bisa saya lakukan? Ternyata, salah satu caranya sangat sederhana. Berhenti menyebarkan kesimpangsiuran! Informasi yang tidak jelas siapa narasumbernya, atau jelas sekalipun narasumbernya tapi tidak jelas kapasitasnya sebagai apa. Saya iri pada sahabat, yang hidup ketika Rasulullah SAW masih ada. Tentu mereka tidak perlu ragu-ragu, tinggal bertanya kepada Rasul, Jika tahu: Rasul menjawab, belum tahu: ditanyakan kepada Allah SWT, Dan kemudian datanglah jawaban melalui malaikat Jibril. Selesai urusan, ada yang mau meragukan? Sekarang? Semua orang bicara, 'ngga jelas apa kapasitasnya. :) Yang bisa ditafsirkan cuma satu, mereka mengedepankan pembenaran, atas apa yang dipercayainya. Hanya orang yang tidak pernah bersungguh-sungguh saja yang berpendapat, "Itu hanya lelucon di dunia maya, di kehidupan nyata tidak demikian adanya." Padahal, ketika jari sudah setajam lidah, maka kita adalah apa yang kita tuliskan, bukan lagi sekedar apa yang kita katakan. Semoga saya bisa mendisiplinkan diri, khususnya di informasi. Satu yang sudah berhasil saya kurangi, STOP SHARING NEWS. Hehehe, untuk sharing 1 link saja, saya muter-muter baca beberapa view. Dan itu cape saudara-saudara. Hihihi, lebih mudah share gak pakai mikir. Kadang-kadang masih suka tergelitik untuk meninggalkan jejak, "sudah klarifikasi?" atau "ini hoax". Tapi lama-lama saya cape, proporsi yang 'demen posting pakai jurus "Think!"' -> dia yang posting, kenapa saya yang harus mikir? <- atau malah pokoknya share, jauh lebih banyak daripada orang-orang yang berusaha menyajikan berita secara berimbang. Bukan salah mereka juga sih ya kalau gak pernah ikut pelatihan jurnalistik. Buat saya, yang paling sederhana yang bisa saya lakukan: Share, kalau dari narasumber utama. Bukan opini dari si A yang dikutip B dan di share C kemudian di komentari oleh D. :D Bahkan sejak masih jadi pramuka siaga kita sudah belajar apa yang namanya distorsi informasi. Tapi ya sudahlah, toh kebebasan berpendapat itu dijamin oleh Undang-undang. Ini saya, bagaimana dengan Anda?
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|