Menyambut Hari Statistika Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) menggandeng beberapa organisasi statistik untuk menyelenggarakan seminar statistik. Tema HSN 2014 ini adalah “Dengan Semangat HSN Kita Tumbuhkembangkan Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan Statistik”.
Pada 19 September 2014, Ikatan Statistika Indonesia (ISI) dan BPS menyelenggarakan seminar dengan tema “Peningkatan Peran Serta Masyarakat Untuk Mendukung dan Mengawal Kebijakan Pemerintahan Dalam Bidang Kedaulatan Pangan, Energi, dan Restorasi Ekonomi Maritim Indonesia”. Tema yang menjadi issue hangat, menyambut kabinet yang akan datang. Seminar dibuka dengan sambutan Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin. “Hari Statistik Nasional bukan hanya milik Badan Pusat Statistik”, ujar beliau. Bukan tanpa sebab, sampai hari ini pun masih ada yang beranggapan bahwa HSN adalah –Hari Ulang Tahun BPS-. Karena ini juga adalah acara ISI, asosiasi profesi bagi statistisi, Suryamin berpesan agar kegiatan statistik seperti Hitung Cepat, menjadi perhatian dari ISI. Selain itu, tantangan bagi ISI apakah dapat memunculkan indikator baru yang bisa digunakan untuk evaluasi kebijakan. Memasuki acara seminar, yaitu diskusi panel yang dimoderatori oleh Leonard Samosir, Adi Lumaksono, Ketua ISI sekaligus Deputi Bidang Statistik Produksi BPS mengawalinya dengan memaparkan kontribusi apa yang sudah dilakukan BPS dalam rangka kedaulatan pangan. Adi menjelaskan bahwa salah satu kegiatan besar BPS yang baru saja berlangsung, Sensus Pertanian 2013, merupakan salah satu upaya penyediaan data terkait produksi pertanian Indonesia. Materi dapat diakses di sini. Selanjutnya, tokoh yang hangat diperbincangkan di dunia pertanian, Masril Koto. Secara singkat dia menjelaskan salah satu yang menghambat majunya pertanian kita adalah karena pelakunya yang terus berkurang. “Tanah tidak berkembang, orang makin berkurang, sehingga upaya kami dalam menyejahterakan petani adalah dengan menambah mata pencahariannya”, ujarnya. Berbagai cara dilakukan, mulai dari beternak ikan di belakang rumah, maupun menjadikan pematang sawah media untuk menanam buncis. Ada banyak cerita menarik yang disampaikan Masril. Diantaranya kekecewaannya terhadap salahsatu Bank Pemerintah yang dianggap menyulitkan petani untuk meminjam karena mensyaratkan adanya jaminan. Inilah yang menjadi pemicunya untuk mendirikan Bank Petani, dengan produk seperti Bank pada umumnya, ada simpanan, ada pinjaman. Masril berupaya agar anak-anak muda mau perduli dengan nasib petani, dengan strategi menjadikan para petani sebagai pemegang saham di Bank Petani, dan merekrut anak-anak petani sebagai pengelola dari Bank Petani. Sampai sekarang, Masril berhasil bekerja sama dengan 580 kelompok tani, dengan kurang lebih 1500 pengelola. Berbagai inovasi dilakukan Masril dengan Bank Petani ini, diantaranya dengan nama produk simpanan yang sesuai dengan kebutuhan petani, misalnya: Tabungan Ibu Hamil, Tabungan Pendidikan, Tabungan Sosial, Tabungan Hari Raya. Dua produk terbarunya adalah Tabungan Niat Naik Haji, dan Tabungan Kepemilikan Ipad Untuk Anak Petani. Terkait produk Tabungan Kepemilikan Ipad Untuk Anak Petani, Masril menyimpan cita-cita, kelak anak petani tidak perlu membawa buku lagi ke sekolah. Cukup Ipad, di mana didalamnya tersimpan buku elektronik. Terhadap pertanyaan, apakah ada sanksi bagi petani yang tidak membayar pinjamannya, Masril menjawab, “Kami hanya menjalankan sanksi sosial, cukup diumumkan di Mesjid, yang tidak membayar pinjaman adalah si A, istrinya bernama si B, anaknya C dan D”. Menurutnya, cara itu cukup efektif untuk membuat petani tertib dalam membayar pinjaman. Bagi Masril, untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi petani, caranya haruslah dengan menghabiskan waktu dengan petani. Meluangkan waktu untuk mengamati kesehariannya, berdiskusi dengan istri petani, anak petani. Perlu kira-kira dua hari untuk mendapatkan gambaran lengkap permasalahan petani. Masril menutup ceritanya dengan menyampaikan harapannya pada pemerintahan yang akan datang, “Biarkanlah kami bekerja. Jangan terlalu didikte dari Jakarta. Tanah yang cocok untuk padi, janganlah dipaksa untuk menanam jagung hybrida!” Tulisan Masril tentang Pemberdayaan Masyarakat dapat diakses di sini. Setelah mendengarkan cerita menarik dari Masril Koto, selanjutnya adalah paparan mengenai kondisi terkini ketahanan energi Indonesia. Disampaikan oleh Tumiran, anggota Dewan Energi Nasional. Sebuah sindiran tajam dilemparkan Tumiran, “Statistik sangat penting untuk referensi baseline kita, kalau saja data itu benar!”. Dia menambahkan bahwa data BPS seringkali tidak sama dengan data intelijen internasional, jika terkait dengan energi. “Bangsa Indonesia belum cerdas dalam mengelola sumber energi”, lanjut Tumiran. Beliau berkata, tidak ada Negara seperti Indonesia. Bukan merupakan Negara penghasil batubara terbesar, juga bukan Negara penghasil gas terbesar, namun mampu mencatatkan diri sebagai Negara eksportir batubara dan gas No. 1 di dunia. Menurut Tumiran, faktanya sejak 2002 Indonesia sudah melakukan import BBM. Jika ada yang mengatakan Indonesia adalah Negara penghasil minyak yang cukup besar, yang benar adalah Negara dengan potensi penghasil minyak. Potensi, karena masih perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut, apakah betul daerah itu mampu menghasilkan minyak, gas, ataupun batubara. Terakhir, kita mengeluarkan 450 Triliun untuk import BBM. Dari sisi total energy yang diekspor dibandingkan yang diimpor, terjadi surplus energi. Tetapi dari sisi nominalnya, terjadi penyusutan. Bagaimana cara mengerem ini? Menurutnya, dengan konsep Added Value. Perbaikan infrastruktur, dan adanya pemikiran dari kepala daerah untuk memenuhi kebutuhan energy rakyatnya secara mandiri. Selain itu, menurut Tumiran, pengurangan subsidi BBM menjadi hal yang perlu dilakukan. “Kita kurangi 200 triliun, namun yang harus dilakukan dengan alokasi ini adalah perbaikan infrastruktur, membangun kilang minyak baru, meningkatkan kapasitas listrik, dan membangun perumahan bagi pekerja”, lanjutnya. Lebih lengkap dapat diakses di sini. Diskusi dilanjutkan dengan paparan dari Nico Harijanto, ketua PERSEPI. Nico menceritakan bahwa ke depannya, evaluasi kebijakan pemerintah berbasiskan data empirik akan semakin popular untuk dilakukan. Pemerintahan Jokowi-JK menurutnya akan menggunakan data sebagai dasar pengambilan keputusan. Maka penelitian mengenai evaluasi kinerja pemerintahan, feedback program yang akan dijalankan, hingga evaluasi terhadap rencana kerja yang akan dijalankan akan semakin sering dilakukan. Selain penelitian opini publik yang dilakukan dengan metode wawancara, saat ini penelitian opini publik sudah mulai mengarah ke penelitian sosial media, kita berhadapan dengan big data. Semakin banyak lembaga yang melakukan kajian opini publik, karenanya menurut Nico, perlu ada semacam standarisasi dan sertifikasi, supaya jelas basic kompetensi apa yang harus dimiliki oleh peneliti. Paparan Nico bisa diakses di sini. Menutup paparan Nico, Leonard Samosir memberikan pernyataan, terkait dengan keterbukaan informasi, sebagai pemilik informasi, tidak semua informasi perlu untuk disampaikan. Kita harus melihat dulu manfaat dari informasinya. Panelis terakhir adalah Christianto Wibisono, dari Komite Ekonomi Nasional. Christianto mengutip kata-kata Masril Koto tentang ‘perasaannya’ berbicara di antara para Professor. “Seharusnya pembicaraan Professor lah yang harus bisa dimengerti oleh rakyat,” ujarnya. Dia pun mengutip pernyataan Burhanudin Muhtadi, “Rakyat sudah muak dengan pakar!” Menurutnya, hal inilah yang membuat pilihan rakyat jatuh pada Jokowi-JK. Ada permasalahan penting yang perlu mendapatkan perhatian, kata kuncinya adalah Delivery (penyampaian pesan) dan Implementasi (perwujudan program, bukan wacana terus). Kritik banyak disampaikan Christianto Wibisono, baik terhadap pemerintahan sekarang, maupun yang akan datang. Contohnya, pada pemerintahan sekarang Christianto berujar “Apakah pertumbuhan ekonomi 7% itu suatu kemajuan? Yang lain juga tumbuh kok, mencapai 10%!”. Sedangkan untuk pemerintahan yang akan datang “Jumlah kabinet di Indonesia peringkat 3 terbesar di dunia, dengan 62 orang di posisi kabinet (+ wakil menteri). Dengan komposisi seperti ini, GDP perkapita Indonesia hanya peringkat 22 dunia!” Christianto juga menyampaikan mata dunia saat ini tertuju pada 3 pemimpin Negara, Narendra Modi, Xi Jinping, dan Joko Widodo yang dikenal sebagai Triumvirate Asia. Selain itu, Christianto juga menceritakan titik-titik penting kebijakan ekonomi di Indonesia, menurutnya 2 presiden di Indonesia, jatuh karena BBM dan prosedural. Ini tentunya sebagai peringatan bagi pemerintah yang akan datang, untuk berani mengambil tindakan tidak popular jika itu untuk menyelamatkan Negara. Paparan Christianto dapat diakses di sini. Sampai jumpa di Seminar Statistika berikutnya. :) Selamat Hari Statistik Nasional!
1 Comment
indah
9/21/2014 12:53:08 pm
Semoga semakin maju statistik Indonesia.....
Reply
Leave a Reply. |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|