26 September diperingati sebagai Hari Statistik Nasional. Daripada ngeributin penting engganya itu hari diperingati, dan apa manfaatnya, mendingan bahas statistiknya aja yuk. :) Di seminar HAISSTIS kemarin, temanya adalah Statistik dan Politik: Pengelolaan Opini Publik dengan Memanfaatkan Statistik. Salah satu cerita dibelakang tema ini adalah keinginan Dewan Pembina HAISSTIS, Bapak Hamonangan Ritonga, agar kita tidak terjebak dalam politisasi statistik. Kaya apa sih, Fa, politisasi statistik itu? Ini contoh nyata banget, issue paling hangat sebelum 26 September kemarin. Relevan buat dibahas? Hehe, terserah. :) Tapi kita harus sepakat dulu, ini tentang angkanya ya. Jangan diputer ke masalah pro atau kontra. Saya tertarik dengan satu kalimat yang sering banget dipakai buat justifikasi bobroknya kualitas pimpinan hasil pilkada langsung. Kalimat yang dipakai adalah "60% kepala daerah bermasalah secara hukum." Tapi, yang pakai statement ini, kalau saya tanya datanya dari mana, ya ngga bisa nunjukin juga. Jadilah, saya telusuri ke belakang. Bagaimana sejarahnya. :) Alkisah, Februari 2014 Kemendagri merilis suatu fakta, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus korupsi. Untuk itu harus ada perbaikan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang diadakan pada 2015 atau setelah pelaksanaan pemilihan umum legislatif 9 April 2014 serta pemilihan presiden 9 Juli 2014. Berita tentang ini bisa dilihat di sini, persennya datangnya dari bagian kalimat ini: Terkait dengan sanksi bagi partai politik (parpol) yang mengusung seorang kepala daerah, dia menegaskan, hal tersebut sama sekali tidak memiliki hubungan. ”Itu tidak ada urusan sama parpol. Kepala daerahnya kan terpilih dan ia melakukan tindak pidana korupsi, itu menjadi tanggung jawab dia. Kenapa parpol dibawa-bawa? Artinya citra parpol bisa turun di mata masyarakat,” tandasnya. Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan, sekitar 70 persen kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi. Saya coba ganti keyword googlingnya, dari 318 kepala daerah bermasalah, menjadi 60% kepala daerah bermasalah. Ini yang saya dapat, lengkapnya akses di sini PPP, ujarnya, sudah lama mengusulkan untuk melakukan peninjauan ulang sistem pilkada langsung. Sedangkan yang menyangkut pembahasan RUU Pilkada, dia menegaskan bahwa pilihan politik PPP telah ditentukan oleh hasil rekomendasi Mukernas II PPP di Medan pada tahun 2012. Setidaknya PPP memberikan 6 catatan soal kelemahan pelaksanaan pilkada langsung. atau yang ini Kendati demikian, Kemendagri siap menerima apa pun hasil yang diputuskan para legislator Senayan. "Nanti RUU ini akan diputuskan di paripurna DPR, dan kita siap apa pun hasilnya," ujar Djohermansyah. Dari semua angka persentase yang disajikan itu, ada beberapa pertanyaan saya. :) Pertama, terkait temuan Denny Indrayana. Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan, sekitar 70 persen kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi. Ada angka 291, terhadap berapanya tidak ada, dan seriesnya sejak 2004 sampai Februari 2013. 2004, pilkada langsung belum diberlakukan. Kedua, terkait apa yang diklaim sebagai catatan kelemahan pilkada langsung oleh PPP. Kedua, pelaksanaan pilkada langsung telah mengantarkan 60% kepala daerah bermasalah secara hukum. Dugaan saya ini membagi 314 yang dilansir Kemendagri, dengan 524 juga angka yang dilansir Kemendagri. Hanya saja, mengabaikan kata "SEJAK", dengan kata lain itu adalah periode 2005 hingga akhir Januari 2014. Lebih lengkapnya, pimpinan daerah bermasalah sejak 2005 hingga akhir Januari 2014. Sayangnya, saya gak lihat data Kemendagri-nya. Karena kalau iya, saya pengen nanya, mengingat 2005 belum semua daerah melaksanakan pilkada langsung, itu sudah dipilah yang masih dipilih DPRD atau belum? Tapi, lupakan sajalah, toh Kemendagri tidak merilis persennya. Hanya pembacanya saja yang salah menafsirkan hitung-hitungannya. Ketiga, saya penasaran ada berapa pilkada langsung sih sejak 2005 itu? Tadinya saya mencari di sini, tapi datanya gak lengkap. Terus nemu deh, abstraksi disertasi Gamawan Fauzi. Ada yang upload di sini hehehe.... Pemilihan kepala daerah langsung di Indonesia dimulai sejak bulan juni tahun 2005, sebanyak 528 daerah telah melaksanakan pilkada langsung dan berlangsung sebanyak 1.027 kali. .... Perhatian, itu penulisan Juni bukan saya yang salah ketik ya, memang capture-annya demikian.
Jadi, karena itu disertasi, tentunya berdasarkan fakta. Maka, berdasarkan uraian di atas, seharusnya penghitungan persentasenya adalah: Asumsikan 318 itu sudah dipilah hanya yang pilkada langsung, yang dipilih oleh DPRD sudah dikeluarkan. Persentase pemimpin bermasalah pasca era pilkada langsung = 318 / (1027*2) * 100%. Kenapa kali dua, karena konsepnya Kemendagri sendiri yang bilang, itu meliputi pemimpin atau wakilnya. Dan inipun masih berupa taksiran, harusnya dipilah lagi, 1.027 itu harusnya dikurangi jumlah yang incumbent. (Semoga gak ada yang bermasalah dua kali lah ya.) Nah, apakah ada yang sepakat dengan saya bahwa 60% itu adalah salah satu contoh dari politisasi statistik?
1 Comment
|
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|