Malam itu waktunya ngobrol, waktunya curhat, di ruang keluarga kami yang kecil. ^_^
But I'm happy with this, strategis, kemana-mana deket, ke dapur deket, ke kamar mandi deket, =D Sejak lahir, Alif Attar sudah sering pindah rumah. Alif apalagi, karena dia kan lahir duluan. Di Kendari saja, kami satu kali pindah. Lalu pindah ke Jakarta, di Cempaka Mas, terus ke Depok, balik lagi ke Jakarta, di Jatiwaringin, dan pindah lagi ke rumah yang sekarang. Dengan si ayah, janjian, bahwa ini pindah kontrakan terakhir deh. Cape pindah-pindah terus ternyata... ^_^ Doain ya cukup rejeki buat bangun rumah... Ternyata, Alif dan Attar itu memperhatikan 'kehebohan' setiap pindah rumah. Kirain mereka taunya berantakin mainan doang, hehehe... Dan malam itu, inilah pertanyaannya... Attar: "Ibu... Kalo ibu meninggal, Alif Attar sama siapa?" Entahlah apakah mereka berdua pernah membahas soal ini. Kadang-kadang saya suka bingung sendiri menghadapi pilihan topik pembicaraan mereka tuh... Dan entah kenapa pula, anak-anak ini lagi khawatir sekali tentang kematian. Mungkin efek acara Ramadhan yang selalu mengingatkan "Beribadahlah seakan-akan kamu akan mati besok..." Dan jagoan-jagoanku menerjemahkannya secara harfiah, mungkin... Saya: "Kan ada Ayah, sayang..." Attar: "Kalo Ayah juga meninggal?" Saya: "Kan ada kakak Alif?" Attar: "Ih... Kita kan masih kecil semua, masa ngga ada orang besarnya yang jagain?" Saya memandang mereka dengan bingung. Entah apa yang diharapkan si bungsu ini dengan pertanyaannya. Memang sebelumnya kita pernah membahas kematian, bahwa itu bisa datang kapan saja, tidak perlu menunggu tua (karena sebelumnya Attar pernah berdoa semoga umur saya sampai seratus tahun supaya bisa bersamanya terus). Alif: "Gini lho ibu maksudnya... Alif Attar kan masih kecil. Kita kan ngga punya uang buat pindah, kita juga ngga bisa angkat-angkat barang. Nanti kalo kita diusir gimana?" Ya, dan saya pun bertambah bingung. Hehehe... Sepertinya belum membahas rencana pindahan sama mereka. Kenapa tiba-tiba nanyain itu? Saya: "Oh, itu maksudnya... Tenang aja... Kan ada Oom Uyung, Oom Iril, Oom Farid." Alif: "Gimana caranya ngasih tau mereka kalo Ibu meninggal?" Saya: "Telpon aja..." Alif: "Alif ngga tau nomernya, ibu..." Saya: "Ya sudah... Ayo ambil hp Alif dan Attar. Kita simpan nomer Oom Uyung, Oom Iril dan Oom Farid..." Merekapun melakukannya. Setelah itu, seperti biasanya mereka memeluk saya, mencium saya, dan tertidur. Seakan lega pertanyaannya sudah terjawab. Entah harus merasa apa. Saya tahu, bukannya mereka menginginkan saya meninggal, tapi mereka sedang berfikir apa yang harus mereka lakukan jika saya, dan ayahnya, sebagai orangtua mereka, tak ada. Ternyata, kehadiran kami begitu penting untuk mereka (walau kalau bahasanya Alif sih, tempat minta uang, dan tempat minta angkat-angkat barang... Hehehe...). I love you, sons... Always... Wahai para Oom... Tuh, dititipin dua mahluk ajaib! ^^V
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorSebagian dari teman saya sepakat bahwa saya adalah type orang yang "segala dipikirin", karenanya, saya mencoba untuk menuliskan apa saja yang saya pikirkan itu. Archives
February 2018
Categories
All
|